بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamualaikum w.b.t.
Semakin berat kaki terasa melangkah. Mencari apa mungkin esok masih ada sinar? Apa mungkin masih bisa mengukir kenangan bersama?
Sebenarnya, siapa pun akan pergi saat panggilanNya menyapa, cumanya hati manusia, apabila di uji begini baru mengerti. Menghitung, berapa banyak lagi masa tersisa untuk gemilang dunia dan akhirat.
Hari ini, suaranya sudah lemah. Tangis kita bersambut. 'Pak, tabahlah'. Aku, berat hati, sayu hati... saat harus gagahkan diri di pendengarannya juga tidak mampu! Hati kata jangan menangis, tapi air mata tetap mengalir. Harus bagaimana lagi...
Masa yang diberikan kami bersama belum separuh pun dipenuhi kisah duka ini, aku sudah bertanya, 'sampai bila harus begini?' Masa ini saat jauh daripadanya aku bertanya 'kenapa saat ini?'. Masa aku perlu di sisinya berkongsi sakit secara zahirnya, setidak-tidaknya ada aku di situ, anak tunggalnya.
Mak nasihat analoginya, seorang rakan mereka kembali ke pangkuan Ilahi kelmarin pukul sebelas pagi, tanpa anak tunggalnya di sisi, al-Fatihah. Dia,si anak sedang bertugas mencurahkan ilmu yang jaraknya tidak sampai satu jam perjalanan dari rumah, si ayah pergi buat selamanya. Jadi, jarak itu bukan penjamin ada atau tiadanya kita di sisi saat perpisahan. Aku, Ela (kata mak),di sini, fokuskan belajar.
Ya, jangan jadikan alasan, fikiran tidak fokus teringatkan bapa yang sakit di rumah. Alasan tu tidak membuahkan hasil, banding fokus belajar, pahala milik kita. Amin.
Assalamualaikum w.b.t.
Semakin berat kaki terasa melangkah. Mencari apa mungkin esok masih ada sinar? Apa mungkin masih bisa mengukir kenangan bersama?
Sebenarnya, siapa pun akan pergi saat panggilanNya menyapa, cumanya hati manusia, apabila di uji begini baru mengerti. Menghitung, berapa banyak lagi masa tersisa untuk gemilang dunia dan akhirat.
Hari ini, suaranya sudah lemah. Tangis kita bersambut. 'Pak, tabahlah'. Aku, berat hati, sayu hati... saat harus gagahkan diri di pendengarannya juga tidak mampu! Hati kata jangan menangis, tapi air mata tetap mengalir. Harus bagaimana lagi...
Masa yang diberikan kami bersama belum separuh pun dipenuhi kisah duka ini, aku sudah bertanya, 'sampai bila harus begini?' Masa ini saat jauh daripadanya aku bertanya 'kenapa saat ini?'. Masa aku perlu di sisinya berkongsi sakit secara zahirnya, setidak-tidaknya ada aku di situ, anak tunggalnya.
Mak nasihat analoginya, seorang rakan mereka kembali ke pangkuan Ilahi kelmarin pukul sebelas pagi, tanpa anak tunggalnya di sisi, al-Fatihah. Dia,si anak sedang bertugas mencurahkan ilmu yang jaraknya tidak sampai satu jam perjalanan dari rumah, si ayah pergi buat selamanya. Jadi, jarak itu bukan penjamin ada atau tiadanya kita di sisi saat perpisahan. Aku, Ela (kata mak),di sini, fokuskan belajar.
Ya, jangan jadikan alasan, fikiran tidak fokus teringatkan bapa yang sakit di rumah. Alasan tu tidak membuahkan hasil, banding fokus belajar, pahala milik kita. Amin.
Kataku, berjaya dalam kekurangan itu ni'mat, tanda kita syukur.
Kataku lagi, apabila kita sedar masa bukan milik kita, yang tertera di depan mata cuma yang perlu dikejari.
Ulasan
Catat Ulasan